Januari 26, 2024

Langit diatas air mata part #01

Langit diatas air mata part #01



1 Senja di kantin sekolah 

... 

 

"Laras, elo mau apa?" tanya Radit lembut. 
 
Mereka duduk berdua disalah satu bangku kantin sekolah yang mulai sepi. Mereka hanya teman. Teman tapi mesra. 
 
Teman itu bernama Radit yang hampir selalu ada kapan pun Laras berada. Tidak salah kalau orang bilang mereka pacaran. Lagi pula Radit tidak menolak tidak pernah menolak jika ada murid lain yang mengejek mereka pacaran. 
 
Padahal tidak. Atau mereka tidak mau mengakui? 
 
Entahlah. 
 
Mungkin hanya rumput hijau yang tertiup angin yang bisa menjawab. Atau sampai ada gorila beranak itik mereka akan mengakui di depan gerbang sekolah. 

 

Tidak ada yang tahu. 
 
 
Laras terlalu takut dan malu jika harus mengungkapkan  perasaan kepada Radit. Sementara Radit terlalu abai dengan perasaan sendiri dan beranggapan kalau Laras tidak mungkin akan kemana-mana. 
 

 
"Apa ajah. Gue enggak terlalu lapar. Tapi elo pasti sangat lapar. Gue temani, deh." sahut Laras enteng. 
 

Radit baru saja selesai latihan basket sementara Laras baru bangun tidur di pojokan kelas. Apalagi kalau bukan menunggu Radit selesai latihan. 

 

Selain rumah mereka saling berdekatan, orang tua Radit dan Laras pun berteman baik. Jadi tidak ada alasan untuk mereka saling bermusuhan. 

 

“Oke. Tunggu bentar ya. Habis ini temani gue ke toko boneka. Gue mau kasih elo boneka boba.” lanjut Radit tanpa berpaling dari makanannya. 

 

“Dan sejak kapan gue suka boneka boba enggak jelas begitu?” raung Laras. 

 

Dari semua benda yang atau mainan yang ada di dunia ini, Laras paling tidak menyukai boneka dan semua hal yang memiliki unsur lucu dan empuk-empuk. 

 

“Karena hari ini adalah hari persahabatan kita yang ke 10.000 hari maka gue kasih hadiah.” kekeh Radit sampai matanya menyipit. 

 

Bukannya Laras ikut tertawa dengan lelucon yang Radit katakan, justru Laras menendang salah satu kaki Radit hingga Radit mengerang kesakitan. 

 

“Aduh. Sakit, loh. Gue tahu elo jago silat tapi jangan jadi gue yang kena sasaran tendangan. Gue bukan samsak.” Radit meringis kesakitan dan memegangi kakinya yang sakit. 

 

“Siapa suruh kasih gue kado boneka?” teriak Laras. 

 

“Iya deh. Ganti ajah dengan es krim?” bujuk Radit mengekor di belakang Laras yang sudah berjalan lebih dulu ke arah gerbang sekolah. 

 

“Nah begitu dong.” sahut Laras langsung tersenyum. 

 

Boneka adalah sesuatu yang mistis bagi Laras. Sementara es krim adalah satu hal yang sama seperti bernapas. Tiada hari tanpa makan es krim untuk altet silat seperti Laras. 

 

Mereka berjalan bersebelahan di depan toko es krim menuju rumah. Radit selalu berdiri di samping kiri Laras dengan alasan yang tidak masuk akal. Sementara Laras sibuk memakan es krimnya. 

 

“Elo masih seperti anak kecil, deh. Asal elo tahu tahun depan kita akan lulus SMA. Dan mungkin kita akan kuliah di kota yang berbeda. Apa elo tidak kangen gue nanti?” oceh Radit mulai menggombal seperti biasa. 

 

“Enggak akan. Justu elo yang bakal kangen gue karena elo enggak punya teman yang bisa elo jadikan bahan candaan seperti gue. Hanya gue yang tahu elo luar dalam.” balas Laras sewot. Kesal karena kegiatan menghabiskan es krimnya di ganggu oleh Radit. 

 

“Yakin elo enggak menyesal. Elo beneran enggak kange gue?” tanya Radit serius. 

 

“Enggak.” tegas Laras tanpa menoleh. 

 

Tepat saat itu, sebuah mobil pick-up warna hitam meluncur kencang ke arah mereka dengan ugal-ugalan. Menabrak tiang listrik dan pohon di dekat Radit berdiri. 

 

Dalam hitungan detik sekelebatan mata semua hal terjadi begitu cepat. Laras tidak bisa menalar apa yang ia lihat karena tubuhnya terpental ke halaman rumah orang. 

 

“RADIT!” pekik Laras ketika menyadari Radit tidak di dekatnya. 

-TBC-  

Share:

0 comments:

Posting Komentar