Januari 27, 2024

Langit diatas air mata part #02

Langit diatas air mata part #02



2 Jangan Pergi 

... 

Meski Laras bisa merasakan rasa sakit di kepalanya dan rasa dingin serta bau darah membasahi seragam, Laras berusaha berdiri mencari Radit. Sahabatnya tidak boleh terluka dan jangan sampai terjadi apa-apa. 

 

Radit? Aduh.” erang Laras menyadari kakinya tidak bisa digerakkan. 

 

Melihat ke arah kaki kirinya yang terluka lalu beralih ke arah asap bercampur api yang semakin besar dari arah bahu jalan. Tempat dimana mereka semula berdiri dan bercanda.  

 

Laras semakin takut dan tetap berusaha berjalan meski dengan langkah terseok-seok. Air mata Laras semakin deras saat melihat kerumunan orang di dekat tempat yang tadi Radit berada.  

 

Sementara pemadam kebakaran baru datang, memadamkan api yang tidak kunjung padam. Laras berusaha mencari sosok Radit, sahabatnya namun gagal. 

 

Radit?” isak Laras sebelum jatuh pingsan. 

 

Di rumah sakit, satu hal yang baru Laras sadari adalah kakinya yang di gips dan selang infus di tangan kirinya. Namun Laras tetap tidak bisa tenang. Laras terus memikirkan Radit dan dimana bocah nakal itu berada. 

 

“Ma, Radit dimana?” tanya Laras ketika melihat ibunya yang baru masuk. 

 

“Ada. Teman kamu aman. Nanti kalau dokter sudah bolehkan kamu bergerak kita jenguk Radit sama-sama.” dengan suara tenang Mama menghibur Laras. 

 

“Serius, Ma?” Laras tidak bisa percaya begitu saja dengan ucapan wanita yang telah melahirkan dan membesarkannya.  

 

Setiap kali Mama berbicara dengan nada tenang yang terjadi adalah sebaliknya. Laras semakin takut dengan kemungkinan yang terjadi kepada Radit. Namun, jauh dalam hatinya Laras terus berdoa semoga Radit baik-baik saja. 

 

“Iya. Kamu yang sabar, Laras.” ungkap Mama kemudian pergi. 

 

Tidak mengapa jika Mama tidak mau menceritakan keadaan Radit yang sebenarnya, Laras akan mencari tahu sendiri. Dengan sangat hati-hati Laras turun dari ranjang rumah sakit. 

 

Membawa tabung infus Laras berjalan terlatih dari lorong ke lorong mencari keberadaan Radit. Nihil. Laras hampir putus asa ketika tanpa sengaja mendengar ucapan beberapa perawat. 

 

“Kasihan gadis itu. Orang tuanya sengaja tidak mengatakan temannya sudah meninggal di tempat kejadian. Bahkan saat dibawa ke UGD tubuhnya hampir remuk kecuali wajahnya. Anak muda yang malang. Seharusnya anak muda itu bisa menjadi pria ganteng idaman mertua” salah satu perawat berbicara dengan nada prihatin. 

 

“Tapi itu lebih baik, kamu lihat kan kaki gadis itu juga patah dan masih membutuhkan waktu dan perawatan. Bagaimana mungkin orang tuanya memberi tahu yang sebenarnya. Kalau aku jadi orang tua juga akan melakukan hal tersebut.” 

 

“Benar juga. Hampir setiap hari kita melihat korban kecelakaan dan orang mati. Tapi kali ini sangat menarik.” 

 

Laras tidak tahu apa yang menarik dari menggunjing orang lain dibelakang mereka. Yang ingin Laras pastikan adalah kebenaran dari ucapan  para perawat itu. Meski Laras sudah berpikir dalam skenario terburuk tetap saja mendengarnya langsung lebih menyakitkan. 

 

Dengan terseok-seok Laras kembali ke kamarnya. Laras menyeka air matanya yang tidak mau berhenti. Sementara bibirnya komat-kamit mengucap nama Radit. 

 

“Gue, gue harus Gimana tanpa elo, Radit.” Isak Laras menutup wajahnya dengan selimut.  

 

Entah kenapa dada Laras semakin terasa sesak memikirkan Radit yang kemungkinan besar telah tiada. Laras tidak berhenti berpikir buruk sebab firasat yang sejak tadi Laras rasakan mungkin benar-benar terjadi. 

 

“Laras, kamu kenapa menutup wajahmu seperti itu? Nanti pengap loh.” Gimana Mama yang baru saja kembali dengan sekeranjang buah apel. 

 

“Ma, tolong ceritakan soal Radit. Kalau Mama benar sayang Laras, tolong katakan sekarang.” 

 

Mama tertegun melihat anak gadis nya berlinang air mata. 

 

“Tenang dulu, Laras. Kalau kamu sudah cukup mampu berjalan akan Mama antar ke pusara Radit.” Kata Mama tanpa berkedip. Mama takut anak gadisnya pingsan ditempat. 

-TBC- 

Share:

0 comments:

Posting Komentar